Minggu, 04 Juli 2010

SEHARUSNYA KITA MENOLAK KENAIKAN TDL

Oleh Nugroho SBM

Akhirnya DPR menyetujui usulan pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) bagi pelanggan di atas 900 VA mulai 1 Juli 2010. Kenaikan bervariasi mulai dari 10 sampai 20 persen. Jika dirata-rata maka kenaikan TDL tersebut adalah 18 persen.
Menurut pemerintah, kenaikan TDL tersebut harus diberlakukan karena jika kenaikan TDL tersebut akan menyebabkan defisit APBN bertambah sebesar Rp 4,81 trilyun. Padahal menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 2010 tentang APBN Perubahan 2010 subsidi untuk listrik tahun 2010 dibatasi hanya sampai Rp55,1 trilyun dan batas itu sudah dicapai. Defisit tambahan kalau TDL tidak dinaikkan sebesar Rp 4,81 trilyun akan menyebabkan subsidi listrik melebihi Rp 55,1 trilyun sehingga akan melanggar undang-undang.
Sebenarnya filosofi dasar dari batas maksimum subsidi listrik tersebut haruslah dipahami secara lebih mendalam. Undang-undang mematok batas subisidi maksimum listrik karena jika subsidi melebihi jumlah tersebut maka dikhawatirkan akan memperbesar defisit APBN secara keseluruhan.

Dampak Kenaikan TDL
Jika TDL jadi dinaikkan maka dampaknya bagi perekonomian akan cukup serius. Biaya yang harus dipikul oleh perusahaan-perusahaan akan meningkat. Ada dua dampak ikutannya. Jika perusahaan masih melihat peluang untuk menaikkan harga barang untuk mempertahankan keuntungannya guna menutup kenaikan biaya maka itu akan dilakukan.Jika semua perusahaan melakukan hal tersebut maka akan terjadi inflasi. Inflasi akan menyebabkan daya beli masyarakat akan menurun dan bisa dipastikan tingkat kemiskinan akan naik.
Kenaikan biaya produksi yang bisa mengakibatkan kenaikan harga-harga barang tersebut juga merupakan kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan untuk peningkatan daya saing produk-produk Indonesia menghadapi serbuan produk China dalam rangka kerjasama perdagangan bebas ASEAN China atau ACFTA.
Kemungkinan kedua, jika perusahaan melihat bahwa menaikkan harga barang tidak mungkin dilakukan karena daya beli masyarakat yang sudah minim maka ia akan berusaha mempertahankan harga barang seperti sebelum kenaikan TDL dengan menekan biaya yang lain. Berdasar pengalaman, biaya yang sangat mudah untuk ditekan adalah biaya tenaga kerja atau upah.Cara yang paling mungkin adalah dengan melakukan PHK sebab menurunkan upah tidak mungkin dilakukan. Jika benar perusahaan melakukan PHK maka pengangguran dan kemiskinan akan bertambah. Dampak ikutannya bisa berupa kerusuhan dan masalah-masalah sosial lain seperti tingkat kejahatan yang main meningkat.

Seharusnya Kita Menolak Kenaikan TDL
Melihat dampak negatif kenaikan TDL maka sebagai pelanggan PLN masyarakat seharusnya menolak kenaikan TDL tersebut. Ada beberapa alasan..
Pertama, jika alasan pemerintah menaikkan TDL adalah melanggar UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN-P 2010 karena melanggar batas subsidi listrik maksimum sebesar Rp 55,1 trilyun, maka DPR dan pemerintah bisa melakukan realokasi pengeluaran (Expenditure Switching) dalam APBN-P tersebut sehingga tambahan subsidi listrik tidak sampai menambah defisit APBN-P secara keseluruhan.
Usul ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa – menurut Bappenas – penyerapan APBN sampai Mei 2010 baru mencapai 26 persen. Lambatnya penyerapan APBN tersebut memang bisa disebabkan oleh terlalu hati-hatinya pimpinan proyek (Pimpro) dari proyek yang dibiayai oleh APBN karena prosedur yang lebih hati-hati dan rumit. Pimpro takut meyalahi prosedur karena sekali saja salah maka ia akan diseret sebagai pelaku korupsi. Tetapi bisa juga lambatnya penyerapan dana APBN karena ada beberapa pos pengeluaran yang tidak direncanakan secara baik sehingga pencairan dananya juga tidak bisa dilakukan. Maka jenis-jenis pengeluaran yang demikian bisa dialihkan ke pengeluaran untuk subsidi listrik sebab jika sampai akhir tahun anggaran tidak dipakai maka akan hangus.
Alasan kedua menolak kenaikan TDL adalah kenyataan bahwa menurut laporan keuangan yang diterbitkan di web site PLN, pada tahun 2009 PLN mencatat laba bersih sekitar Rp 10,355 trilyun dan memegang uang kas sebesar Rp 13 trilyun. Itu artinya bila subsidi Rp 4,8 trilyun tidak diberikan maka hal tersebut hanya akan mengurangi laba PLN sampai separuhnya. Hal ini tidak mempunyai implikasi yang serius dibandingkan mengurbankan rakyat yang terkena imbas kenaikan TDL. Memang PT PLN dibebani tugas sebagai salah satu penghasil pendapatan bagi negara. Tetapi BUMN seperti PLN mestinya juga berfungsi sosial bagi masyarakat.
Alasan ketiga mengapa kenaikan TDL perlu ditolak hádala Belum efisiennya manajemen distribusi listrik PLN sampai saat ini. Menurut PLN sendiri, kehilangan listrik dalam distribusinya sebesar 10 persen. Kehilangan listrik ini tentu akan mengurangi penerimaan PLN yang pada akhirnya membuat kemampuan PLN membayar biaya-biaya serta memproduksi listrik akan berkurang. Pada akhirnya hal tersebut akan membuat subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam APBN makin besar. Maka PLN perlu membenahi kebocoran listrik ini sehingga tidak perlu menaikkan TDL.
Alasan keempat mengapa kenaikan TDL harus ditolak adalah selama ini pelayanan PLN terhadap pelanggan masih buruk. Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) dalam lima tahun terakhir PLN menempati urutan pertama dalam pengaduan konsumen. Pengaduan konsumen tersebut menyangkut penertiban pemakaian listrik ilegal yang tidak tegas, proses pasang baru yang berbelit, informasi mengenai pemadaman listrik yang tidak dilakukan dengan baik, dan lain-lain. Maka PLN sebenarnya harus membenahi dulu pelayanannya sebelum menaikkan TDL. Masyarakat mungkin bisa menerima kenaikan TDL jika hal tersebut diimbangi dengan peningkatan pelayanan.
Alasan kelima, beban biaya produksi PLN yang besar selama ini juga karena kesalahan pemerintah sendiri yang tidak bisa menjaga kontinuitas pasokan energi untuk pembangkitan listrik. Beberapa energi yang dibutuhkan untuk pembangkitan listrik seperti batubara, BBM, dan gas seringkali terlambat atau langka sehingga harganya naik. Menurut hitungan jika kontinuitas pasokan sumber energi bisa lancar maka biaya pokok produksi listrik PLN bisa ditekan sampai Rp 800 sampai Rp 900 per KWh dibanding yang sekarang sebesar Rp 1.000 sampai Rp 1.300 per KWh. Jika biaya pokok produksi bisa ditekan maka kebutuhan subsidi listrik dari APBN juga bisa ditekan. Artinya PLN tidak perlu menaikkan TDL.

(Nugroho SBM, Staf Pengajar FE Undip Semarang)