KUR Jateng Tembus Rp1,2 T
Thursday, 04 September 2008
SEMARANG(SINDO) – Realisasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) Jateng hingga Agustus mencapai lebih dari Rp1,279 triliun untuk 235.373 debitur UMKM.
Realisasi tersebut hanya meningkat 10% dibanding Juli 2008 yang mencapai Rp1,16 triliun. Data dari Dinas Koperasi dan UMKM Jateng mencatat PT Bank BRI menyalurkan KUR terbanyak yang mencapai Rp998,603 miliar atau hampir 78% dari total penyaluran KUR.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng Abdul Sulhadi mengatakan, pencapaian tersebut memang masih jauh dari keinginan sebab jumlah UMKM di Jateng saat ini mencapai Rp2,6 juta. Namun,Sulhadi mengakui tidak semua UMKM tersebut mampu dijangkau oleh para pelaku perbankan.
”Memang perbankan kan tidak dididik untuk menjadi kreditur bagi para UMKM gurem. Jadi,wajar kalau mungkin ada beberapa UMKM yang belum terlayani,” katanya kemarin. Sulhadi juga memaklumi sikap perbankan yang lebih berhati- hati dalam menyalurkan kredit. Para perbankan lebih nyaman untuk menawarkan kredit kepada para nasabah lamanya yang mempunyai track record yang baik.
”Mereka mungkin akan berpikir untuk menawarkan kredit itu kepada nasabah lama ketimbang mencari nasabah baru.Mereka mungkin juga tidak ingin menanggung risiko,”jelasnya. Melihat pertumbuhan penyaluran KUR yang tidak terlalu cepat, Sulhadi berencana akan menjalankan program akselerasi atau percepatan untuk membantu para UMKM yang bankable namun belum terfasilitasi.
”Kita berencana akan menggandeng bank daerah yang mempunyai kemampuan dan berkeinginan untuk ikut membantu permodalan UMKM.Tetapi secara teknis masih harus dipertimbangkan lagi,”paparnya. Selain menggandeng bank daerah, Sulhadi juga menyebut lembaga koperasi akan turut menyalurkan permodalan bagi UMKM. ”Mungkin ini bisa disebut dengan KUR lokal,”ungkapnya.
Pengamat ekonomi Undip Nugroho SBM memilih adanya lembaga penjamin kredit di tingkat daerah sebagai solusi untuk mempercepat penyaluran KUR kepada para UMKM. Menurutnya, dengan adanya lembaga tersebut, bank tidak lagi khawatir ada kredit macet.
”Baiknya badan penjamin kredit yang dulu pernah diwacanakan di Jateng segera direalisasikan karena itu sangat membantu para UMKM mendapatkan kredit,”terangnya. (sari septiyaningtias)
Blog ini berisi tulisan ilmiah populer dan komentar di berbagai media massa tentang masalah-masalah sosial ekonomi yang sedang dan akan terjadi di Indonesia
Minggu, 14 September 2008
Rabu, 03 September 2008
Pemerintah Bakal Diributkan Spekulan Minyak Internasional
Jum'at, 15 Agustus 2008 17:19
Kapanlagi.com - Ulah spekulan yang menguasai perdagangan minyak internasional dikhawatirkan merepotkan pemerintah dan DPR pada tahun depan karena harus merevisi berulang kali asumsi harga minyak dalam RAPBN 2009, kata ekonom Undip Semarang, Nugroho SBM, Jumat (15/08/08).
"Tahun ini, 2008, memberi pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR, betapa fluktuasi harga minyak bukan diakibatkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan minyak dunia," katanya menanggapi RAPBN 2009.
Pemerintah mengusulkan besaran asumsi harga minyak mentah dalam RAPBN 2009 senilai 140 dollar AS/barrel, seperti disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu, Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis.
APBN Perubahan 2008 menetapkan asumsi harga minyak 95 dollar AS, sedangkan realisasi selama semester I 2008 senilai 109,4 dollar. Perkiraan selama semester II sebesar 145,0 dollar AS dan realisasi selama 2008 diperkirakan mencapai 127,2 dollar AS.
Nugroho mengemukakan, ketika APBN 2008 disusun, tidak ada yang memprediksi harga minyak mentah dunia bakal meroket hingga 150 dollar AS/barrel karena tidak ada faktor fundamental yang mendorong kenaikan harga secara luar biasa.
Ketegangan politik di sejumlah kawasan, termasuk Timur Tengah memang terjadi, namun menurut dia, hal itu merupakan masalah klasik dan bukan menyebabkan terganggunya distribusi dan eksplorasi minyak.
"Kenaikan beberapa waktu lalu murni akibat ulah spekulan dengan menciptakan informasi yang mendorong orang untuk memaklumi kenaikan harga minyak," katanya. Kala itu diembuskan isu bahwa harga minyak akhir tahun 2008 bisa menembus 200 dollar AS/barrel.
Menurut kandidat doktor itu, negara pengekspor minyak (OPEC) mengatakan produksi mereka mencukupi kebutuhan pasar dan selama itu juga tidak terjadi lonjakan permintaan.
"Saya kira pengusaha minyak dari AS dan Arab menjadi bagian dari skenario mendongkrak kenaikan harga minyak dunia, dan mereka meraih keuntungan besar," katanya.
Karena fluktuasi harga minyak tidak lagi hanya ditentukan oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, katanya, maka sulit bagi pemerintah untuk menetapkan besar asumsi harga minyak pada RAPBN 2009.
Akan tetapi, katanya lagi, penetapan asumsi harus tetap dilakukan karena menjadi bagian dari penerimaan dan besaran subsidi harga BBM yang bakal digelontorkan kepada rakyat.
Ia menilai, asumsi harga minyak 140 dollar AS/barrel pada RAPBN 2009 merupakan angka yang moderat meskipun kecenderungan belakangan ini harga minyak melemah. Oleh karena itu, katanya, APBN 2009 nanti juga bisa mengalami beberapa kali perubahan.
Nugroho menyarankan pemerintah agar terus memperbesar penerimaan dari sektor pajak dan nonpajak, sebab potensi pajak selama ini belum tergarap optimal, apalagi produksi minyak juga tidak lagi mencukupi memenuhi kebutuhan domestik sehingga harus impor. Akibatnya, pemerintah memberi subsidi harga BBM sangat besar.
Pemerintah, katanya, juga harus lebih serius mengawasi jumlah produksi minyak (lifting) karena bisa jadi antara yang dihasilkan dengan yang dilaporkan berbeda sehingga merugikan negara. (*/lin)
Tersedia di http://www.kapanlagi.com/h/0000245054.html
Kapanlagi.com - Ulah spekulan yang menguasai perdagangan minyak internasional dikhawatirkan merepotkan pemerintah dan DPR pada tahun depan karena harus merevisi berulang kali asumsi harga minyak dalam RAPBN 2009, kata ekonom Undip Semarang, Nugroho SBM, Jumat (15/08/08).
"Tahun ini, 2008, memberi pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR, betapa fluktuasi harga minyak bukan diakibatkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan minyak dunia," katanya menanggapi RAPBN 2009.
Pemerintah mengusulkan besaran asumsi harga minyak mentah dalam RAPBN 2009 senilai 140 dollar AS/barrel, seperti disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu, Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis.
APBN Perubahan 2008 menetapkan asumsi harga minyak 95 dollar AS, sedangkan realisasi selama semester I 2008 senilai 109,4 dollar. Perkiraan selama semester II sebesar 145,0 dollar AS dan realisasi selama 2008 diperkirakan mencapai 127,2 dollar AS.
Nugroho mengemukakan, ketika APBN 2008 disusun, tidak ada yang memprediksi harga minyak mentah dunia bakal meroket hingga 150 dollar AS/barrel karena tidak ada faktor fundamental yang mendorong kenaikan harga secara luar biasa.
Ketegangan politik di sejumlah kawasan, termasuk Timur Tengah memang terjadi, namun menurut dia, hal itu merupakan masalah klasik dan bukan menyebabkan terganggunya distribusi dan eksplorasi minyak.
"Kenaikan beberapa waktu lalu murni akibat ulah spekulan dengan menciptakan informasi yang mendorong orang untuk memaklumi kenaikan harga minyak," katanya. Kala itu diembuskan isu bahwa harga minyak akhir tahun 2008 bisa menembus 200 dollar AS/barrel.
Menurut kandidat doktor itu, negara pengekspor minyak (OPEC) mengatakan produksi mereka mencukupi kebutuhan pasar dan selama itu juga tidak terjadi lonjakan permintaan.
"Saya kira pengusaha minyak dari AS dan Arab menjadi bagian dari skenario mendongkrak kenaikan harga minyak dunia, dan mereka meraih keuntungan besar," katanya.
Karena fluktuasi harga minyak tidak lagi hanya ditentukan oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, katanya, maka sulit bagi pemerintah untuk menetapkan besar asumsi harga minyak pada RAPBN 2009.
Akan tetapi, katanya lagi, penetapan asumsi harus tetap dilakukan karena menjadi bagian dari penerimaan dan besaran subsidi harga BBM yang bakal digelontorkan kepada rakyat.
Ia menilai, asumsi harga minyak 140 dollar AS/barrel pada RAPBN 2009 merupakan angka yang moderat meskipun kecenderungan belakangan ini harga minyak melemah. Oleh karena itu, katanya, APBN 2009 nanti juga bisa mengalami beberapa kali perubahan.
Nugroho menyarankan pemerintah agar terus memperbesar penerimaan dari sektor pajak dan nonpajak, sebab potensi pajak selama ini belum tergarap optimal, apalagi produksi minyak juga tidak lagi mencukupi memenuhi kebutuhan domestik sehingga harus impor. Akibatnya, pemerintah memberi subsidi harga BBM sangat besar.
Pemerintah, katanya, juga harus lebih serius mengawasi jumlah produksi minyak (lifting) karena bisa jadi antara yang dihasilkan dengan yang dilaporkan berbeda sehingga merugikan negara. (*/lin)
Tersedia di http://www.kapanlagi.com/h/0000245054.html
Langganan:
Postingan (Atom)