Minggu, 25 Oktober 2009

APRESIASI RUPIAH: BERITA BAIK ATAU BURUK ?

Oleh: Nugroho SBM

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini terus mengalami penguatan atau apresiasi. Jika pada awal krisis keuangan global – yang dipicu oleh krisis keuangan global – sempat mencapai Rp 12.000 per dolar AS maka kini rupiah terus menguat mendekati Rp 9.000,-. Ketika artikel ini ditulis ( 12/10 2009) kurs rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp 9. 421 per dolar AS. Ada yang meramalkan nilai tukar rupiah per dolar AS tersebut bahkan bisa mencapai Rp. 8.500,- per dolar AS.
Ada beberapa penyebab apresiasi rupiah terhadap dolar AS tersebut. Pertama, terus mengalirnya valuta asing ke Indonesia akibat sentimen positif tentang Indonesia. Ada minimal dua sentimen positif. Sentimen positif pertama adalah dinaikkannya peringkat kemampuan membayar kredit dan berinvestasi di Indonesia oleh Moody’s Investor’s Service dari Ba3 menjadi Ba2. Peringkat ini merupakan yang tertinggi setelah krisis tahun 1998. Moody’s melihat bahwa resiko memberikan kredit dan berinvestasi di Indonesia menurun karena beberapa hal antara lain: tetap poistifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika semua negara (kecuali juga RRC dan India) mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebagai dampak dari krisis keuangan global yang lalu. Sentimen positif kedua adalah direvisinya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 oleh Bank Dunia dari semula 3,5 persen menjadi 4,3 persen.
Kedua, sebab datang dari AS sendiri. Salah satunya adalah kebijakan defisit APBN yang dilakukan oleh Presiden Barrack Obama yang meneruskan kebijakan Presiden Bush. Yang menjadi persoalan adalah defisit tersebut ditutup dengan pencetakan uang baru yang menyebabkan tingkat inflasi di AS meningkat. Bertambahnya jumlah dolar AS - sementara banyak mata uang negara-negara lain jumlahnya konstan – telah menyebabkan penurunan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang termasuk rupiah.
Ketiga, sejak krisis finansial di AS tahun 2008 dan 2009 yang sampai sekarang belum pulih benar telah menyebabkan para pencari rente atau spekulan dalam valuta asing memindahkan investasinya dari dolar AS ke mata uang lain misalnya ke Euro. Akibatnya banyak dolar AS yang dijual ke pasaran sehingga nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lain mengalami penurunan atau terdepresiasi atau nilai tukar mata uang lain terhadap dolar AS mengalami kenaikan atau terapresiasi.
Keempat, adanya tambahan pasokan Special Drawing Right (SDR) dari IMF sebesar SDR 1,74 atau setara dengan 2,7 milyar dolar AS. Sebagaimana diketahui Special Drawing Rights (SDR) adalah semacam surat berharga yang dikeluarkan oleh IMF untuk membantu negara-negara yang membutuhkan pasokan valuta asing karena berbagai sebab misal karena defisit neraca pembayaran internasionalnya SDR ini bisa diperlakukan sebagai cadangan valuta asing atau devisa. Akibat tambahan SDR dari IMF ini maka cadangan devisa Indonesia telah bertambah menjadi 62,3 milyar dolar AS. Pertambahan devisa bisa diartikan sebagai tambahan pasokan dolar AS. Jika rupiah yang beredar jumlahnya tetap maka jika dolar AS bertambah jumlahnya akan mengakibatkan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah turun (terdepresiasi) atau nilai tukar rupiah terhadap dolar AS naik atau terapresiasi.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah kecenderungan apresiasi rupiah terhadap dolar AS ini kabar baik ataukah kabar buruk bagi perekonomian Indonesia? Jawaban singkatnya adalah ada kabar baiknya tetapi juga ada kabar buruknya.

Kabar Baiknya
Kabar baik dari terapresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ada beberapa. Pertama, beban pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri baik milik pemerintah maupun swasta (perusahaan) akan berkurang.
Kedua, menguatnya nilai tukara rupiah terhadap dolar AS juga akan membuat Indonesia lebih percaya diri untuk membuat kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak tergantung pada komando AS dan lembaga-lembaga yang selama ini menjadi bonekanya. Kuatnya pengaruh nilai tukar terhadap keputusan-keputusan suatu negara untuk “melawan” dominasi AS tampak pada kasus perang As melawan Irak. Karena nilai tukar Euro terhadap dolar AS lebih kuat maka banyak negara-negara Eropa termasuk Inggeris yang menentang agresi AS ke Irak waktu itu. Padahal sebelumnya negara-negara Eropa selalu mendukung apapun kebijakan AS.
Ketiga, perusahaan-perusahaan yang selama ini memakai bahan baku dan mesin yang diimpor akan diuntungkan karena harga barang impor menjadi lebih murah jika terjadi apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dengan harga bahan baku yang lebih murah maka marjin keuntungannya akan lebih tinggi (jika ia tidak menurunkan harga) atau jika ia menurunkan harga maka ia akan bisa meningkatkan volume penjualannya sehingga pangsa pasarnya akan membesar. Membesarnya pangsa pasar akan memberikan berbagai keuntungan misalnya membentengi perusahaan baru yang akan masuk dan semakin luasnya pengenalan masyarakat akan produk yang dijual.
Keempat, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga akan memberikan semacam “surplus” dalam APBN 2009 karena asumsi nilai tukar yang lebih rendah dari yang sekarang terjadi. Sebagaimana diketahui asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2009 adalah Rp 10.600,- per dolar AS. Dengan realisasi nilai tukar yang lebih tinggi maka akan ada tambahan pemasukan dari pajak ekspor baiki migas maupun non-migas dan penerimaan bukan pajak berupa penerimaan ekspor migas maupun non-migas. Sementara itu, di sisi pengeluaran akan bisa dihemat subsidi BBM dan pembayaran cicilan serta bunga utang luar negeri.

Berita Buruknya
Namun, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mempunyai sis buruk atau membawa berita buruk. Pertama, bagi produsen atau pengusaha yang orientasi pasarnya adalah ekspor. Dengan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS maka harga produk Indonesia menjadi lebih mahal dipandang dari sisi mata uang asing (dolar AS). Maka hal tersebut akan mengurangi ekspor.
Kedua, seperti disebutkab di depan, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan membuat harga barang-barang impor menjadi lebih murah. Hal tersebut akan menguntungkan bagi pengusaha yang bahan baku dan peralatan mesinnya diimpor. Akan tetapi impor Indonesia tidak hanya bahan baku dan mesin tetapi juga barang-barang jadi. Akibatnya juga harga barang-barang jadi (barang konsumsi) impor turun. Ini akan merupakan pukulan bagi produsen-produsen dalam negeri. Jika produsen dalam negeri mengalami kesulitan dan sampai mengalami penyusutan omset dan produksi maka dampak berikutnya adalah pengusaha akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang dipekerjakannya. Maka upaya penanggulangan kemiskinan akan menghadapi pukulan berat pula.

Lebih Mendasar
Selain menimbang baik dan buruknya BI dan pemerintah perlu membenahi masalah-masalah yang sifatnya lebih mendasar. Pertama, bukan apresiasi atau depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang penting tetapi berapa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang wajar dan nyaman (favourable) bagi semua pihak. Ada yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang wajar dan nyaman bagi semua pihak itu berkisar antara Rp 9.000 sampai Rp 9.500,-. Jika penguatan rupiah sampai di bawah Rp 9.000,- maka rupiah sudah dinilai terlalu tinggi (overvalued).
Kedua, fokus dan energi dari BI dan pemerintah hendaknya tidak dihabiskan pada menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar dan mencari nilai tukar Rp/dolar AS yang wajar tetapi juga bagaimana mendorong sektor riil yang langsung bersinggungan dengan masyarakat banyak. Beberapa pkerjaan rumah untuk membenahi sektor riil tersebut adalah pembenahan infrastruktur, penciptaan iklim usaha yang lebih sehat antara lain dengan pemberantasan suap dan korupsi, dan menciptakan regulasi yang nyaman bagi dunia usaha
Ketiga, masalah penanggulangan kemiskinan juga harus menjadi fokus utama dan ditangani secara mendasar. Selama ini kemiskinan hanya ditanggulangi secara ad hoc dengan BLT. Itupun dilakukan menjelang pemilu. Meskipun “politik uang” tersebut sangat manjur untuk memenangi pemilu dan tampaknya akan menjadi tren bagi partai penguasa maupun oposisi, tetapi itu bukanlah cara yang benar untuk memerangi kemiskinan. Dibutuhkan langkah lebih fundamental, misalnya dengan pendirian lembaga penjaminan kredit bagi UMKM.

(Nugroho SBM, Staf Pengajar FE dan Peneliti pada Pusat Studi Dampak Kebijakan atau Regulatory Impact Assesment (RIA) Undip Semarang)

Tidak ada komentar: