PEMERINTAHAN Jokowi-JK tampaknya tak sempat menikmati masa bulan madu yang panjang. Ada beberapa indikator makro ekonomi yang menunjukkan hal itu. Pertama; pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 hanya 4,7 persen, turun dibanding kuartal yang sama tahun 2014 dengan persentase 5,14. Ini semakin memberi tanda bahwa target pertumbuhan ekonomi di APBNP2015 sebesar 5,7 persen.
Kedua; angka pengangguran naik dari 5,70 persen pada kuartal I-2014 menjadi 5,81 persen pada kuartal yang sama 2015. Ketiga; nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga tak kunjung menguat. Akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh Rp 13.200.
Melemahnya indikator-indikator makro ekonomi itu, khususnya pertumbuhan ekonomi, disebabkan oleh faktor domestik sekaligus global. Faktor domestik antara lain belum selesainya penataan organisasi di kementerian dan lembaga baru sehingga dana APBN belum bisa dicairkan. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur juga baru dimulai sehingga dampaknya mungkin baru dirasakan jangka menengah dan panjang.
Adapun faktor global yang membuat ekonomi Indonesia melemah ñ khususnya pertumbuhan ekonomi ñ adalah melemahnya ekonomi Tiongkok sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia. Di samping itu, faktor global lain adalah terus menurunnya harga komoditas primer. S&P mencatat harga komoditas global khususnya komoditas primer menurun 34 persen dalam 12 bulan terakhir secara kumulatif. Padahal ekspor Indonesia sampai saat ini masih didominasi komoditas primer.
Bagaimana mengatasi kemelemahan ekonomi Indonesia? Pertama; menjaga daya beli masyarakat dengan cara menjaga inflasi tetap rendah. Sampai saat ini konsumsi rumah tangga mencapai 55 persen dari produk domestik bruto sehingga mendongkrak konsumsi rumah tangga yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa komponen konsumsi rumah tangga, yaitu makanan, pakaian, gadget, transportasi, pendidikan, perumahan, kesehatan, dan rekreasi. Cara mendongkrak konsumsi rumah tangga adalah dengan menjaga inflasi tetap rendah. Biasanya inflasi bulan April rendah, tetapi data menunjukkan bahwa inflasi dari April 2014 sampai April 2015 mencapai 6,79 persen dan khusus April 2015 mencapai 0,36 persen. Padahal nanti masih ada musim liburan, tahun ajaran baru, dan bulan Ramadan.
Agar inflasi terjaga maka mau tak mau segala hal yang menyebabkan ekspektasi pelaku usaha bahwa inflasi akan naik bisa dicegah. Beberapa hal yang menyebabkan ekspektasi pengusaha bahwa inflasi akan naik antara lain pernyataan-pernyataan: pemerintah tidak akan mengimpor beras (sehingga diartikan harga beras akan naik), kuota sapi impor akan dipangkas (bisa diartikan harga daging sapi akan naik), premium akan diganti pertalite (biaya transportasi akan naik), dan lain-lain. Untuk sementara pernyataan-pernyataan seperti itu hendaknya ditunda dulu.
Sumber Inflasi
Hal lain yang perlu dilakukan untuk mengendalikan inflasi adalah mengefektifkan kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) karena kepala BPS barubaru ini menyatakan bahwa inflasi nasional saat ini 80 persen disumbang oleh inflasi di daerah. TPID perlu memantau sumber-sumber inflasi, misalnya ulah spekulan yang menimbun barang.
Di samping itu, perlu memperpendek rantai distribusi barang dari produsen ke konsumen sehingga harga produk bisa lebih rendah. Caranya mendorong usaha eceran (retail) baik tradisional maupun modern ke pelosok-pelosok. Di samping itu pemanfaatan jalur rel kereta api ganda di utara Jawa bisa lebih dioptimalkan agar distribusi barang terjaga sehingga harga stabil.
Kedua; mempercepat pembangunan infrastruktur. Pemerintah telah mengalokasikan dana cukup besar untuk pembangunan infrastruktur di tahun 2015 yaitu Rp 290 triliun. Jumlah itu mencapai 25 persen dari total belanja pemerintah.
Kini tinggal bagaimana pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur dengan secara cepat menyelesaikan masalah-masalah yang biasa timbul yaitu pembebasan lahan, perizinan, proses lelang, serta benturan dan kekosongan aturan yang memayungi serta birokrasi yang berbelit.
Ketiga; mempercepat pencairan dana APBN. Pemerintah memang telah membentuk Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran untuk mempercepat realisasi anggaran. Tinggal kini bagaimana tim tersebut didorong untuk bekerja lebih cepat dan maksimal. Tak kalah penting adalah bagaimana agar restrukturisasi lembaga kementerian dan nonkementerian baru segera selesai supaya dana bisa segera dicairkan. (10)
— Nugroho SBM, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro Semarang