Seharusnya Pemerintah Turunkan Harga Solar
SEMARANG--MI: Pemerintah seharusnya menurunkan harga solar, bukan premium yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya distribusi barang kebutuhan, kata pengamat ekonomi Nugroho SBM.
"Kalau harga premium yang diturunkan, itu tidak akan mampu mendorong penurunan harga barang lainnya, apalagi kalau penurunannya hanya Rp500 per liter," katanya di Semarang, Sabtu (7/11).
Ia mengatakan, kalau pilihannya hanya satu antara premium atau solar yang harganya diturunkan, seharusnya pemerintah memilih solar yang lebih banyak dikonsumsi kendaraan umum dan angkutan barang.
Staf pengajar Fakultas Ekonomi Undip Semarang itu mengemukakan, sebagian besar angkutan barang dan angkutan umum menggunakan bahan bakar solar sehingga kebijakan menurunkan harga premium tidak akan menyentuh sasaran merangsang penurunan harga barang lainnya.
Ia mengatakan tidak tahu pertimbangan ekonomi pemerintah untuk menurunkan harga premium, sebab bahan bakar ini lebih banyak dikonsumsi kendaraan pribadi sehingga secara makro bakal menyedot subsidi bahan bakar minyak (BBM) sangat besar tanpa memiliki efek berantai (mutiplier effects) yang berarti.
"Saya malah melihat kebijakan ini lebih banyak didasari pertimbangan politik untuk kepentingan Pemilu 2009. Ini (penurunan harga premium) tidak lebih dari kosmestik politik menjelang Pemilu 2009," katanya.
Menurutnya, harga minyak dunia yang terpangkas hingga di bawah US$60 per barrel seharusnya tidak hanya menurunkan harga salah satu jenis BBM. "Seharusnya secara bersamaan harga solar juga bisa di bawah Rp5.500 per liter," ujarnya.
Ia menambahkan, penurunan Rp500 per liter untuk premium tidak akan memiliki pengaruh berarti terhadap harga barang lainnya. "Kalau pun ada terhadap penurunan harga barang lainnya, itu sangat kecil," kata Nugroho.
Rencana pemerintah menurunkan harga premium per 1 Desember 2008 menjadi Rp5.500 dari Rp6.000 per liter, disambut dingin warga Kota Semarang.
Suparman, 58, warga Tembalang Semarang semula mengira harga premium bakal menjadi Rp4.500 atau Rp5.000, namun ternyata hanya turun Rp500 per liter. Alwi, juga warga Tembalang juga menyatakan tidak yakin harga barang kebutuhan akan ikut-ikutan turun setelah pemerintah memotong harga premium menjadi Rp5.500 per liter.
"Sangat jarang ada produsen mau menurunkan harga, sebab kalau harga diturunkan, mau naik lagi lebih sulit. Padahal tidak ada yang bisa menjamin harga BBM tidak akan naik lagi," kata pengusaha itu. (Ant/OL-01)
tersedia di http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDI0MDQ=
Blog ini berisi tulisan ilmiah populer dan komentar di berbagai media massa tentang masalah-masalah sosial ekonomi yang sedang dan akan terjadi di Indonesia
Minggu, 23 November 2008
Pemerintah Bakal Direpotkan Ulah Spekulan Minyak Internasional
Kapanlagi.com - Ulah spekulan yang menguasai perdagangan minyak internasional dikhawatirkan merepotkan pemerintah dan DPR pada tahun depan karena harus merevisi berulang kali asumsi harga minyak dalam RAPBN 2009, kata ekonom Undip Semarang, Nugroho SBM, Jumat (15/08/08).
"Tahun ini, 2008, memberi pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR, betapa fluktuasi harga minyak bukan diakibatkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan minyak dunia," katanya menanggapi RAPBN 2009.
Pemerintah mengusulkan besaran asumsi harga minyak mentah dalam RAPBN 2009 senilai 140 dollar AS/barrel, seperti disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu, Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis.
APBN Perubahan 2008 menetapkan asumsi harga minyak 95 dollar AS, sedangkan realisasi selama semester I 2008 senilai 109,4 dollar. Perkiraan selama semester II sebesar 145,0 dollar AS dan realisasi selama 2008 diperkirakan mencapai 127,2 dollar AS.
Nugroho mengemukakan, ketika APBN 2008 disusun, tidak ada yang memprediksi harga minyak mentah dunia bakal meroket hingga 150 dollar AS/barrel karena tidak ada faktor fundamental yang mendorong kenaikan harga secara luar biasa.
Ketegangan politik di sejumlah kawasan, termasuk Timur Tengah memang terjadi, namun menurut dia, hal itu merupakan masalah klasik dan bukan menyebabkan terganggunya distribusi dan eksplorasi minyak.
"Kenaikan beberapa waktu lalu murni akibat ulah spekulan dengan menciptakan informasi yang mendorong orang untuk memaklumi kenaikan harga minyak," katanya. Kala itu diembuskan isu bahwa harga minyak akhir tahun 2008 bisa menembus 200 dollar AS/barrel.
Menurut kandidat doktor itu, negara pengekspor minyak (OPEC) mengatakan produksi mereka mencukupi kebutuhan pasar dan selama itu juga tidak terjadi lonjakan permintaan.
"Saya kira pengusaha minyak dari AS dan Arab menjadi bagian dari skenario mendongkrak kenaikan harga minyak dunia, dan mereka meraih keuntungan besar," katanya.
Karena fluktuasi harga minyak tidak lagi hanya ditentukan oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, katanya, maka sulit bagi pemerintah untuk menetapkan besar asumsi harga minyak pada RAPBN 2009.
Akan tetapi, katanya lagi, penetapan asumsi harus tetap dilakukan karena menjadi bagian dari penerimaan dan besaran subsidi harga BBM yang bakal digelontorkan kepada rakyat.
Ia menilai, asumsi harga minyak 140 dollar AS/barrel pada RAPBN 2009 merupakan angka yang moderat meskipun kecenderungan belakangan ini harga minyak melemah. Oleh karena itu, katanya, APBN 2009 nanti juga bisa mengalami beberapa kali perubahan.
Nugroho menyarankan pemerintah agar terus memperbesar penerimaan dari sektor pajak dan nonpajak, sebab potensi pajak selama ini belum tergarap optimal, apalagi produksi minyak juga tidak lagi mencukupi memenuhi kebutuhan domestik sehingga harus impor. Akibatnya, pemerintah memberi subsidi harga BBM sangat besar.
Pemerintah, katanya, juga harus lebih serius mengawasi jumlah produksi minyak (lifting) karena bisa jadi antara yang dihasilkan dengan yang dilaporkan berbeda sehingga merugikan negara. (*/lin)
DAPAT DIAKSES DI http://www.kapanlagi.com/h/0000245054.html
"Tahun ini, 2008, memberi pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR, betapa fluktuasi harga minyak bukan diakibatkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan minyak dunia," katanya menanggapi RAPBN 2009.
Pemerintah mengusulkan besaran asumsi harga minyak mentah dalam RAPBN 2009 senilai 140 dollar AS/barrel, seperti disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu, Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis.
APBN Perubahan 2008 menetapkan asumsi harga minyak 95 dollar AS, sedangkan realisasi selama semester I 2008 senilai 109,4 dollar. Perkiraan selama semester II sebesar 145,0 dollar AS dan realisasi selama 2008 diperkirakan mencapai 127,2 dollar AS.
Nugroho mengemukakan, ketika APBN 2008 disusun, tidak ada yang memprediksi harga minyak mentah dunia bakal meroket hingga 150 dollar AS/barrel karena tidak ada faktor fundamental yang mendorong kenaikan harga secara luar biasa.
Ketegangan politik di sejumlah kawasan, termasuk Timur Tengah memang terjadi, namun menurut dia, hal itu merupakan masalah klasik dan bukan menyebabkan terganggunya distribusi dan eksplorasi minyak.
"Kenaikan beberapa waktu lalu murni akibat ulah spekulan dengan menciptakan informasi yang mendorong orang untuk memaklumi kenaikan harga minyak," katanya. Kala itu diembuskan isu bahwa harga minyak akhir tahun 2008 bisa menembus 200 dollar AS/barrel.
Menurut kandidat doktor itu, negara pengekspor minyak (OPEC) mengatakan produksi mereka mencukupi kebutuhan pasar dan selama itu juga tidak terjadi lonjakan permintaan.
"Saya kira pengusaha minyak dari AS dan Arab menjadi bagian dari skenario mendongkrak kenaikan harga minyak dunia, dan mereka meraih keuntungan besar," katanya.
Karena fluktuasi harga minyak tidak lagi hanya ditentukan oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, katanya, maka sulit bagi pemerintah untuk menetapkan besar asumsi harga minyak pada RAPBN 2009.
Akan tetapi, katanya lagi, penetapan asumsi harus tetap dilakukan karena menjadi bagian dari penerimaan dan besaran subsidi harga BBM yang bakal digelontorkan kepada rakyat.
Ia menilai, asumsi harga minyak 140 dollar AS/barrel pada RAPBN 2009 merupakan angka yang moderat meskipun kecenderungan belakangan ini harga minyak melemah. Oleh karena itu, katanya, APBN 2009 nanti juga bisa mengalami beberapa kali perubahan.
Nugroho menyarankan pemerintah agar terus memperbesar penerimaan dari sektor pajak dan nonpajak, sebab potensi pajak selama ini belum tergarap optimal, apalagi produksi minyak juga tidak lagi mencukupi memenuhi kebutuhan domestik sehingga harus impor. Akibatnya, pemerintah memberi subsidi harga BBM sangat besar.
Pemerintah, katanya, juga harus lebih serius mengawasi jumlah produksi minyak (lifting) karena bisa jadi antara yang dihasilkan dengan yang dilaporkan berbeda sehingga merugikan negara. (*/lin)
DAPAT DIAKSES DI http://www.kapanlagi.com/h/0000245054.html
LAGI-LAGI RENOVASI DAN RELOKASI PASAR
LAGI-LAGI RENOVASI DAN RELOKASI PASAR
Oleh: Nugroho SBM
Lagi-lagi masalah relokasi dan renovasi pasar. Begitulah kira-kira reaksi masyarakat jika membaca tentang ribut-ribut masalah rencana relokasi pasar ayam Rejomulyo Semarang. Ribut-ribut tersebut berupa penolakan sebagian besar pedagang di pasar ayam Rejomulyo untuk pindah. Ribut-ribut itu mencapai puncaknya ketika sosialisasi yang dilakukan oleh Pemkot Semarang yang dipimpin oleh Sekretaris Kota Semarang Soemarmo ricuh. Sosialisasi ricuh dan gagal setelah para pedagang meninggalkan pertemuan dan justru memilih berdemonstrasi di depan gedung rapat paripurna DPRD Kota Semarang.
Sebagaimana diketahui alasan utama Pemkot memindah Pasar Ayam Rejomulyo adalah pencemaran lingkungan akibat limbah pemotongan ayam di pasar tersebut. Di samping itu bahaya penyakit misalnya flu burung yang sewaktu-waktu bisa menyebar. Dari alasan yang dikemukakan ini, sebenarnya alasan Pemkot Semarang sangat rasional dan demi kepentingan umum yang lebih besar yaitu penduduk yang sangat padat yang bermukim di sekitar pasar Rejomulyo.
Kembali kepada masalah relokasi Pasar Ayam Rejomulyo, jika kita mau belajar dari kasus-kasus yang terjadi dalam renovasi maupun relokasi pasar tradisional maka ada beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran agar relokasi Pasar ayam Rejomulyo berjalan sukses. Pertama, kunci sukses dalam relokasi dan renovasi pasar tradisional adalah bagaimana mensosialisasikan hal tersebut kepada para pedagang yang ada di dalam pasar tersebut. Seperti terungkap di media massa, keberatan para pedagang ayam di Pasar Rejomulyo adalah karena jarak antara sosialisasi (pemberitahuan) yang dilakukan Pemkot Semarang dengan rencana relokasi begitu dekat dan mendadak. Para pedagang mengaku tidak tahu menahu rencana relokasi tersebut jauh hari sebelumnya. Maka jika ingin relokasi sukses, Pemkot harus sabar untuk melakukan sosialisasi dalam jangka panjang dengan melakukan pendekatan terhadap beberapa tokoh yang menjadi panutan pedagang misalnya ketua paguyuban pedagang ayam dan para sesepuh.
Faktor Lokasi
Rahasia sukses kedua, adanya jaminan dari Pemkot bahwa para pedagang dapat menempati lokasi yang baru dan lokasi baru tersebut menjamin akses yang mudah bagi pembeli. Selama ini baik renovasi maupun relokasi pasar tradisional gagal karena pasar hasil renovasi atau relokasi biaya sewa atau harga beli kios atau lapaknya mahal. Akibatnya pedagang lama tidak bisa masuk ke pasar hasil relokasi dan renovasi tersebut. Maka salah satu daya tarik agar para pedagang mau pindah dan menempati pasar yang baru Pemkot harus menjelaskan bahwa biaya menempati los atau lapak di pasar yang baru adalah murah. Dapat diaksesnya lokasi pasar hasil relokasi juga merupakan faktor yang penting. Ditinjau dari aspek ini, lokasi pasar yang baru sebagai pengganti Pasar Rejomulyo yaitu di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron, tidak memenuhi syarat. Lokasi pasar yang baru di penggaron sangat jauh sehingga bisa dimaklumi kalau para pedagang menolak
Jalan ke luar dari masalah lokasi ini adalah Pemkot hendaknya mencari lokasi yang dapat dijangkau oleh para pembeli dengan mudah. Mungkin bisa ditempuh tukar guling antara lahan milik Pemkot dengan lahan milik perorangan yang lokasinya mudah dijangkau oleh pembeli. Kesulitannya mungkin Pemkot tidak punya lahan untuk ditukar dan bila ada mungkin nilainya lebih rendah dari lahan milik perorangan yang lokasinya lebih strategis sehingga harus ada dana talangan dari APBD. Untuk mendapatkan alokasi dana dari APBD bukanlah barang mudah karena harus ada persetujuan dari DPRD. Oleh karena itu, dalam jangka panjang Pemkot Semarang harus punya Bank Lahan. Yang dimaksud adalah Pemkot harus punya simpanan lahan yang diperoleh dengan cara membeli lahan-lahan milik perorangan. Bank lahan ini akan sangat berguna bila sewaktu-waktu Pemkot membutuhkan lahan untuk membangun sarana dan prasarana publik.
Masalah lain yang sering terjadi dalam khususnya relokasi pasar adalah adanya “misteri lokasi pasar”. Maksudnya seringkali lokasi pasar yang baru tidak jauh dari pasar yang lama tetapi pasar yang baru tersebut menjadi sepi. Penjelasan rasional dari hal ini mungkin adalah masalah kebiasaan para konsumen untuk menyesuaikan dengan lokasi yang baru.
Akhirnya, masalah relokasi dan renovasi pasar memang harus dilakukan dengan hati-hati. Jika tidak, akibatnya bisa fatal. Seorang perencana kota pernah mengatakan bahwa pasar mirip dengan kubangan air yang di dalamnya hidup berbagai jasad renik. Memindahkan kubangan atau mengeringkan kubangan tersebut akan mematikan jasad-jasad renik tersebut. Analoginya, pasar merupakan tempat banyak orang mencari nafkah. Demikian pula di Pasar Ayam Rejomulyo. Ada pedagang ayam, ada kuli angkut, ada tukang becak, ada mobil-mobil pengankut, tukang parkir, warung-warung makan, dan pemotong ayam. Jika tidak hati-hati memindahkan Pasar Rejomulyo maka nafkah dari sekian banyak orang itu akan hilang. Dan jika terjadi demikian maka itu adalah kesalahan kebijakan yang tak terampunkan.
(Nugroho SBM, Staf Pengajar FE Undip Semarang)
Oleh: Nugroho SBM
Lagi-lagi masalah relokasi dan renovasi pasar. Begitulah kira-kira reaksi masyarakat jika membaca tentang ribut-ribut masalah rencana relokasi pasar ayam Rejomulyo Semarang. Ribut-ribut tersebut berupa penolakan sebagian besar pedagang di pasar ayam Rejomulyo untuk pindah. Ribut-ribut itu mencapai puncaknya ketika sosialisasi yang dilakukan oleh Pemkot Semarang yang dipimpin oleh Sekretaris Kota Semarang Soemarmo ricuh. Sosialisasi ricuh dan gagal setelah para pedagang meninggalkan pertemuan dan justru memilih berdemonstrasi di depan gedung rapat paripurna DPRD Kota Semarang.
Sebagaimana diketahui alasan utama Pemkot memindah Pasar Ayam Rejomulyo adalah pencemaran lingkungan akibat limbah pemotongan ayam di pasar tersebut. Di samping itu bahaya penyakit misalnya flu burung yang sewaktu-waktu bisa menyebar. Dari alasan yang dikemukakan ini, sebenarnya alasan Pemkot Semarang sangat rasional dan demi kepentingan umum yang lebih besar yaitu penduduk yang sangat padat yang bermukim di sekitar pasar Rejomulyo.
Kembali kepada masalah relokasi Pasar Ayam Rejomulyo, jika kita mau belajar dari kasus-kasus yang terjadi dalam renovasi maupun relokasi pasar tradisional maka ada beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran agar relokasi Pasar ayam Rejomulyo berjalan sukses. Pertama, kunci sukses dalam relokasi dan renovasi pasar tradisional adalah bagaimana mensosialisasikan hal tersebut kepada para pedagang yang ada di dalam pasar tersebut. Seperti terungkap di media massa, keberatan para pedagang ayam di Pasar Rejomulyo adalah karena jarak antara sosialisasi (pemberitahuan) yang dilakukan Pemkot Semarang dengan rencana relokasi begitu dekat dan mendadak. Para pedagang mengaku tidak tahu menahu rencana relokasi tersebut jauh hari sebelumnya. Maka jika ingin relokasi sukses, Pemkot harus sabar untuk melakukan sosialisasi dalam jangka panjang dengan melakukan pendekatan terhadap beberapa tokoh yang menjadi panutan pedagang misalnya ketua paguyuban pedagang ayam dan para sesepuh.
Faktor Lokasi
Rahasia sukses kedua, adanya jaminan dari Pemkot bahwa para pedagang dapat menempati lokasi yang baru dan lokasi baru tersebut menjamin akses yang mudah bagi pembeli. Selama ini baik renovasi maupun relokasi pasar tradisional gagal karena pasar hasil renovasi atau relokasi biaya sewa atau harga beli kios atau lapaknya mahal. Akibatnya pedagang lama tidak bisa masuk ke pasar hasil relokasi dan renovasi tersebut. Maka salah satu daya tarik agar para pedagang mau pindah dan menempati pasar yang baru Pemkot harus menjelaskan bahwa biaya menempati los atau lapak di pasar yang baru adalah murah. Dapat diaksesnya lokasi pasar hasil relokasi juga merupakan faktor yang penting. Ditinjau dari aspek ini, lokasi pasar yang baru sebagai pengganti Pasar Rejomulyo yaitu di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron, tidak memenuhi syarat. Lokasi pasar yang baru di penggaron sangat jauh sehingga bisa dimaklumi kalau para pedagang menolak
Jalan ke luar dari masalah lokasi ini adalah Pemkot hendaknya mencari lokasi yang dapat dijangkau oleh para pembeli dengan mudah. Mungkin bisa ditempuh tukar guling antara lahan milik Pemkot dengan lahan milik perorangan yang lokasinya mudah dijangkau oleh pembeli. Kesulitannya mungkin Pemkot tidak punya lahan untuk ditukar dan bila ada mungkin nilainya lebih rendah dari lahan milik perorangan yang lokasinya lebih strategis sehingga harus ada dana talangan dari APBD. Untuk mendapatkan alokasi dana dari APBD bukanlah barang mudah karena harus ada persetujuan dari DPRD. Oleh karena itu, dalam jangka panjang Pemkot Semarang harus punya Bank Lahan. Yang dimaksud adalah Pemkot harus punya simpanan lahan yang diperoleh dengan cara membeli lahan-lahan milik perorangan. Bank lahan ini akan sangat berguna bila sewaktu-waktu Pemkot membutuhkan lahan untuk membangun sarana dan prasarana publik.
Masalah lain yang sering terjadi dalam khususnya relokasi pasar adalah adanya “misteri lokasi pasar”. Maksudnya seringkali lokasi pasar yang baru tidak jauh dari pasar yang lama tetapi pasar yang baru tersebut menjadi sepi. Penjelasan rasional dari hal ini mungkin adalah masalah kebiasaan para konsumen untuk menyesuaikan dengan lokasi yang baru.
Akhirnya, masalah relokasi dan renovasi pasar memang harus dilakukan dengan hati-hati. Jika tidak, akibatnya bisa fatal. Seorang perencana kota pernah mengatakan bahwa pasar mirip dengan kubangan air yang di dalamnya hidup berbagai jasad renik. Memindahkan kubangan atau mengeringkan kubangan tersebut akan mematikan jasad-jasad renik tersebut. Analoginya, pasar merupakan tempat banyak orang mencari nafkah. Demikian pula di Pasar Ayam Rejomulyo. Ada pedagang ayam, ada kuli angkut, ada tukang becak, ada mobil-mobil pengankut, tukang parkir, warung-warung makan, dan pemotong ayam. Jika tidak hati-hati memindahkan Pasar Rejomulyo maka nafkah dari sekian banyak orang itu akan hilang. Dan jika terjadi demikian maka itu adalah kesalahan kebijakan yang tak terampunkan.
(Nugroho SBM, Staf Pengajar FE Undip Semarang)
Langganan:
Postingan (Atom)