Minggu, 23 November 2008

Seharusnya Pemerintah Turunkan Harga Solar

Seharusnya Pemerintah Turunkan Harga Solar
SEMARANG--MI: Pemerintah seharusnya menurunkan harga solar, bukan premium yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya distribusi barang kebutuhan, kata pengamat ekonomi Nugroho SBM.

"Kalau harga premium yang diturunkan, itu tidak akan mampu mendorong penurunan harga barang lainnya, apalagi kalau penurunannya hanya Rp500 per liter," katanya di Semarang, Sabtu (7/11).

Ia mengatakan, kalau pilihannya hanya satu antara premium atau solar yang harganya diturunkan, seharusnya pemerintah memilih solar yang lebih banyak dikonsumsi kendaraan umum dan angkutan barang.

Staf pengajar Fakultas Ekonomi Undip Semarang itu mengemukakan, sebagian besar angkutan barang dan angkutan umum menggunakan bahan bakar solar sehingga kebijakan menurunkan harga premium tidak akan menyentuh sasaran merangsang penurunan harga barang lainnya.

Ia mengatakan tidak tahu pertimbangan ekonomi pemerintah untuk menurunkan harga premium, sebab bahan bakar ini lebih banyak dikonsumsi kendaraan pribadi sehingga secara makro bakal menyedot subsidi bahan bakar minyak (BBM) sangat besar tanpa memiliki efek berantai (mutiplier effects) yang berarti.

"Saya malah melihat kebijakan ini lebih banyak didasari pertimbangan politik untuk kepentingan Pemilu 2009. Ini (penurunan harga premium) tidak lebih dari kosmestik politik menjelang Pemilu 2009," katanya.

Menurutnya, harga minyak dunia yang terpangkas hingga di bawah US$60 per barrel seharusnya tidak hanya menurunkan harga salah satu jenis BBM. "Seharusnya secara bersamaan harga solar juga bisa di bawah Rp5.500 per liter," ujarnya.

Ia menambahkan, penurunan Rp500 per liter untuk premium tidak akan memiliki pengaruh berarti terhadap harga barang lainnya. "Kalau pun ada terhadap penurunan harga barang lainnya, itu sangat kecil," kata Nugroho.

Rencana pemerintah menurunkan harga premium per 1 Desember 2008 menjadi Rp5.500 dari Rp6.000 per liter, disambut dingin warga Kota Semarang.

Suparman, 58, warga Tembalang Semarang semula mengira harga premium bakal menjadi Rp4.500 atau Rp5.000, namun ternyata hanya turun Rp500 per liter. Alwi, juga warga Tembalang juga menyatakan tidak yakin harga barang kebutuhan akan ikut-ikutan turun setelah pemerintah memotong harga premium menjadi Rp5.500 per liter.

"Sangat jarang ada produsen mau menurunkan harga, sebab kalau harga diturunkan, mau naik lagi lebih sulit. Padahal tidak ada yang bisa menjamin harga BBM tidak akan naik lagi," kata pengusaha itu. (Ant/OL-01)

tersedia di http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDI0MDQ=

Tidak ada komentar: