Kamis, 22 Januari 2009

"Ekonomi 2009: Meski Berat Harus Tetap Optimis"

EKONOMI 2009: MESKI BERAT HARUS TETAP OPTIMIS

Oleh: Nugroho SBM

Meski terlambat, membicarakan prospek ekonomi Indonesia 2009 tetap menarik. Berikut ulasan singkat tentang prospek ekonomi Indonesia 2009 tersebut.
Ada teori intelejen yang mengatakan bahwa untuk mempengaruhi publik buatlah kabar burung atau isu. Kemudian jika semua orang berpikir bahwa isu itu benar maka semua orang akan mengantisipasinya. Karena semua orang berbuat demikian maka hal yang dulunya merupakan kabar burung menjadi kenyataan seperti yang diharapkan oleh si pembuat kabar burung itu.
Hal demikian mungkin akan terjadi jika kita mendengar, melihat, ataupun membaca berita-berita seputar prospek ekonomi Indonesia tahun 2009. Hampir semua pengamat ekonomi dan juga hasil studi berbagai lembaga riset ekonomi menyatakan bahwa perekonomian Indonesia tahun 2009 akan suram dan lebih berat dari bulan-bulan akhir tahun 2008 dimana krisis keuangan global dampaknya mulai terasa bagi ekonomi Indonesia.
Banyak prediksi yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2009 hanya akan tumbuh sekitar 4 sampai 5 persen. Bahkan sebuah lembaga riset luar negeri memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2009 hanya akan tumbuh 3,5 persen. Satu-satunya angka pertumbuhan ekonomi yang optimis hanya ditemui pada asumsi RAPBN 2009 dimana angka pertumbuhan ekonomi 2009 dipatok sebesar 6,2 persen
Gambaran suram tentang pertumbuhan ekonomi 2009 tersebut masih ditambah dengan gambaran tentang pengangguran yang diramalkan akan bertambah dengan 1 juta orang sehingga total penganggur terbuka Indonesia menjadi 10 juta orang. Penganggur terbuka ini diprediksi berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi yang rendah (4 sampai 5 persen) dan adanaya kenyataan bahwa kulitas pertumbuhan ekonomi yang dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja makin rendah. Kalau di awal-awal sebelum krisis tahun 1997/1998 satu persen pertumbuhan ekonomi menciptakan lapangan kerja bagi 400.000 orang maka saat ini satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapnagan kerja baru bagi 200.000 orang (meskipun muncul pernyataan "aneh" dari Wapres Jusuf Kalla bahwa pertumbuhan ekonomi 1 persen bisa mencipatakan lapangan kerja bagi 700.000 orang, tetapi saya tidak percaya karena dasarnya tidak jelas). Makin kecilnya lapangan kerja yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh makin padat modalnya teknologi yang dipakai oleh perusahaan karena makin "susah" mengurus tenaga kerja akibat UU dan Peraturan Ketenagakerjaan yang makin ketat.
Namun, jika semua orang berpikir bahwa perekonomian Indonesia akan terpuruk di tahun 2009 maka saya khawatir bahwa hal itu benar-benar terjadi seperti teori intelejen yang dikutip pada awal tulisan ini. Maka sebenarnya menggambarkan ekonomi Indonesia di tahun 2009 supaya tidak benar-benar terpuruk adalah: Kondisi ekonomi 2009 memang akan berat tetapi semua pihak haruslah tetap optimis.

Dasar-dasar Optimisme
Kalau dikatakan harus optimis, memang ada dasar-dasar untuk optimis dengan melihat tren (kecenderungan) beberapa indikator ekonomi makro baik nasional maupun dunia di tahun 2008 khususnya pada bulan-bulan akhir. Pertama, penurunan harga minyak dunia yang kemudian stabil pada harga yang rendah. Pada saat tulisan ini dibuat harga minyak dunia sekitar 45 dolar AS per barel. Rendahnya harga minyak ini merupakan "berkah" bagi perekonomian Indonesia.Momentum ini sudah dimanfaatkan secara benar oleh pemerintah dengan menurunkan lagi harga premium menjadi Rp 5.000 per liter dan menurunkan harga solar menjadi Rp 4.800 per liter. Penurunan harga BBm di dalam negeri pada gilirannya akan ikut mendorong bergeraknya sektor riil dan menahan daya beli rakyat supaya tidak turun lebih rendah lagi.
Kedua, harga beberapa komoditas pertanian dan perkebunan yang merupakan andalan ekspor Indonesia yang sempat turun tajam kini kembali mulai ada gejala-gejala kenaikan kembali. Misalnya harga minyak sawit mentah (CPO) yang sempat anjlok mencapai harga terendah 435 dolar AS per ton, kini mulai naik menjadi sekitar 480 dolar AS per ton. Kenaikan harga komoditas pertanian dan perkebunan di pasar dunia di samping bisa menggairahkan ekspor non-migas Indonesia, juga membuat resiko kredit macet di sektor perkebunan juga akan berkurang
Ketiga, beberapa komponen pengeluaran yang membentuk produk domestik bruto Indonesia selama tahun 2008 ternyata juga masih tumbuh positif. Pertumbuhan positif komponen pengeluaran ini membuat pertumbuhan ekonomi tahun 2008 secara keseluruhan bisa mencapai 6 persen (meskipun masih lebih rendah dibanding asumsi APBN 2008 sebesar 6,4 persen). Pertumbuhan beberapa komponen pengeluaran tersebut adalah: konsumsi rumah tangga (5,3 persen), investasi (12 persen), pengeluaran pemerintah (16,9 persen), dan ekspor (14,3 persen).
Keempat, struktur perbankan Indonesia ternyata juga semakin kokoh. Berbeda dengan ketika krisis tahun 1997 dimana terlihat sekali bahwa kondisi perbankan kita sangat keropos, maka tahun 2008 ini terlihat bahwa perbankan tidak goyah menghadapi krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis di AS. Pada krisis kali ini tak ada lagi kredit macet yang menggelembung dan kepanikan masyarakat untuk menarik dananya (Rush) dari bank-bank umum.

Prediksi 2009
Bagaimana kondisi ekonomi 2009? Pertama, saya setuju bahwa pertumbuhan ekonomi akan berkisar antara 4 sampai 5 persen. Beberapa komponen pengeluaran yang membentuk produk dometik bruto Indonesia masih tetap memegang peranan penting. Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang sampai saat ini menyumbang 65 persen pembentukan PDB Indonesia masih tetap akan tumbuh minimal seperti tahun 2008 sekitar 5 persen. Maka bisnis barang-barang konsumsi rumahtangga seperti barang-barang elektronik, mebel dan kendaraan bermotor masih tetap akan prospektif di tahun 2009.
Hanya yang perlu diwaspadai adalah kalau pertumbuhan konsumsi rumahtangga tersebut dibiayai dari kredit. Dari simulasi hasil kajian Depkeu tentang Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Ekonomi Makro Indonesia yang saya lihat baru-baru ini terlihat bahwa kredit domestik mulai menunjukkan "lampu kuning" menuju ambang batas krisis. Maka dituntut kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit konsumsi di tahun 2009.
Kedua, tingkat inflasi di tahun 2009 bisa lebih rendah dari tahun 2008. Memang inflasi di tahun 2008 mencapai 12 persen lebih. tetapi di tahun 2009 diperkirakan inflasi hanya sekitar 7 sampai 8 persen. Ada beberapa faktor mengapa inflasi 2009 lebih rendah, antara lain: sentimen positif karena penurunan harga BBM, terkendalinya harga pangan, serta faktor-faktor yang lain. Penurunan inflasi ini akan memberi ruang yang cukup kondusif bagi BI untuk terus menurunkan BI Ratenya. Saat ini memang BI rate sudah turun kembali ke posisi 9,25 persen. Namun suku bunga patokan setinggi itu masih terlalu tinggi bagi perbankan untuk dapat menurunkan suku bunga pinjamannya sehingga investasi kembali dapat dipacu.
Ketiga, Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan mencapai keseimbangan baru di kisaran 10.000 sampai 11.000 rupiah per dolar AS. Angka tersebut diperoleh dari kisaran nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang stabil pada nilai tersebut. Tidak mungkin lagi kembali ke keseimbangan lama di kisaran 9.500 rupiah per dolar AS. Dalam hal ini asumsi APBN sebesar Rp 9.400 per dolar AS perlu direvisi. Yang perlu dilakukan oleh BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada keseimbangan baru tersebut. Upaya menjaga stabilitas ini didukung oleh tingkat inflasi yang diprediksi rendah, naiknya permintaan rupiah karena pertumbuhan ekonomi domestik, dan penurunan kebutuhan dolar AS karena puncak permintaannya sudah berlalu (yaitu di akhir tahun 2008 untuk kebutuhan liburan dan penyelesaian berbagai kontrak bisnis di akhir tutup buku).
Sebagaimana diketahui, bagi dunia bisnis stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang lebih penting daripada tinggi-rendahnya. Nilai tukar yang tidak stabil akan menyulitkan dunia bisnis untuk melakukan perencanaan. Bagi BI dan pemerintah, stabilitas nilai tukar juga akan mengurangi ancaman spekulasi.
Kesimpulan dari prediksi ekonomi 2009 adalah ada optimisme meskipun kondisinya cukup berat. Di samping optimis kita perlu waspada terhadap beberapa hal. Pertama, dunia usaha atau bisnis di Indonesia perlu terus mencermati dan mewaspadai indikator-indikator ekonomi makro baik Indonesia maupun dunia. Pengalaman 2 kali krisis menunjukkan betapa indikator ekonomi makro sangat mempengaruhi dunia bisnis. Berkutat hanya pada skala mikro di dalam perusahaan tidaklah cukup. Ini sekaligus merupakan tantangan bagi pendidikan bisnis untuk memasukkan aspek-aspek lingkungan usaha secara makro. Sayang, pendidikan Magister Manajemen di FE Undip misalnya, justru menghapus mata kuliah yang terkait dengan aspek lingkungan usaha secara makro dan kembali memfokuskan pada mata-mata kuliah teknis yang sifatnya mikro.
Hal kedua yang perlu diwaspadai adalah Pemilu Presiden yang akan dilaksanakan pada tahun 2009. Hal yang merisaukan bukanlah konflik-konflik yang terjadi antar pendukung pada kandidat. Dalam hal dukung mendukung tampaknya masyarakat makin dewasa sehingga kemungkinan terjadinya konflik yang akan mengacaukan ekonomi dan dunia usaha sangat kecil. Yang justru perlu dikhawatirkan adalah kebijakan untuk mengobral uang untuk program-program populis yang sekarang sudah mulai terlihat. Jika tidak dikontrol secara ketat maka akan terjadi inflasi yang tinggi dan alokasi anggaran untuk sektor-sektor strategis misal pembangunan infrastruktur akan terabaikan.

(Nugroho SBM, Staf Pengajar FE Undip Semarang)

1 komentar:

Nugroho SBM mengatakan...

terima kasih mas. sudah mampir