Senin, 26 Agustus 2013

Sinergitas Kebijakan


Oleh Nugroho SBM

AKHIRNYA, pada hari yang sama, yaitu Jumat, 23 Agustus 2013, pemerintah dan BI mengeluarkan paket kebijakan untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Langkah itu tepat mengingat solusi mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar membutuhkan perbaikan sektor riil sekaligus sektor moneter. Paket kebijakan sektor riil (produksi dan distribusi) yang dikeluarkan pemerintah meliputi 4 hal. Paket kebijakan pertama; memperkecil defisit neraca pembayaran internasional dengan arah kebijakan mendorong ekspor dan menekan impor. Di sisi lain, tingkat inflasi di Indonesia naik karena kebijakan menaikkan harga BBM.
Naiknya tingkat inflasi menyebabkan rupiah yang beredar bertambah. Karena itu, logis jumlah dolar AS berkurang dan jumlah rupiah bertambah sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar akan turun. Kebijakan mendorong ekspor yaitu dengan memberi keringanan pajak bagi industri padat karya yang produknya minimal 30% diekspor.
Di sisi lain ada kebijakan menekan impor dengan meningkatkan komponen biofuel untuk solar yang diimpor sehingga menurunkan kebutuhan impor solar yang saat ini mencapai 5 kiloliter per tahun serta meningkatkan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) untuk mobil built up dan barang mewah dari 75% ke 125-150%.
Paket kebijakan kedua; menekan inflasi yang dapat menyebabkan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Salah satu sumber inflasi adalah defisit APBN. Kebijakan yang diambil adalah dengan menjaga defisit APBN pada 2013 tetap 2,38% dari PDB. Kebijakan ini sekaligus menolak anjuran beberapa pihak supaya memperlonggar batas defisit 2013 sampai 4%.
Paket kebijakan ketiga, pada dasarnya juga untuk menjaga tingkat inflasi tetap rendah. Salah satu sumber inflasi lain adalah kelangkaan barang, khususnya daging dan hortikultura (buah-buahan, bawang merah,bawang putih, cabai). Untuk menjaga harga komoditas tersebut maka stok ditambah dengan impor. Paket kebijakan keempat bertujuan meningkatkan aliran devisa atau dolar AS ke dalam negeri yang jangka waktu tinggal lama. Dolar jenis itu hanya bisa diperoleh dengan meningkatkan investasi asing.
Maka kebijakan baru yang diambil adalah mendorong investasi asing dengan cara mempermudah perizinan dan meninjau kembali daftar negatif investasi (DNI). Contoh perizinan yang dipermudah adalah izin usaha migas di sektor hulu dari 69 jenis menjadi hanya 8. Sektor Moneter Menyadari bahwa perbaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak hanya pada sektor riil oleh pemerintah, BI pun mengeluarkan 5 paket kebijakan moneter. Pertama; mengeluarkan Sertifikat Deposito BI (SDBI) tetapi tidak boleh dipegang atau dibeli pihak asing.
Penerbitan SDBI dimaksudkan untuk membuat bank-bank lebih tertarik memegang portofolio lebih banyak dalam rupiah sehingga mereka menukarkan dolar AS. Kedua; jatuh tempo deposito berjangka (time deposit) dalam bentuk dolar AS atau valuta asing diperpanjang dari semula 3 kemungkinan yaitu 7, 14, dan 30 hari menjadi 1 hari sampai 12 bulan (atau 1 tahun). Harapannya, pemegang dolar AS menyimpan dolar lebih lama sehingga pasokan dolar AS di dalam negeri lebih banyak dan dengan demikian kurs rupiah terhadap dolar AS tidak turun. Ketiga; memperlonggar instrumen reswap untuk produk derivatif surat-surat berharga dalam dolar AS.
Semula produk derivatif tersebut tidak boleh ditanggungkan atas transaksi itu sendiri. Tujuannya sama agar pemegang dolar dalam bentuk produk detivatif memegang dolarnya lebih lama di Indonesia. Keempat; kebutuhan dolar AS atau valuta asing eksportir bisa lebih mudah diperoleh dengan menunjukkan dokumen penjualan hasil ekspor untuk jangka waktu 6 bulan dengan batas maksimal 200 juta dolar, dan bisa dilakukan berkali-kali. Hal ini untuk mendorong eksportir menyimpan lebih lama dolar AS di bank-bank Indonesia tanpa khawatir kesulitan kembali menarik.
Masalah Pungli
Kelima; merelaksasi Peraturan BI Nomor 13/7/PBI/2011 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank bahwa bank wajib memenuhi ketentuan pembatasan utang luar negeri (ULN) jangka pendek 30% dari modal. Bank sentral menambah jenis pengecualian ULN berupa giro milik bukan penduduk yang menampung dana hasil divestasi.
Ada beberapa catatan tentang paket kebijakan sektor riil dan moneter itu. Pertama; perlu mengapresiasi langkah pemerintah dan BI. Kedua; kebijakan mendorong ekspor dengan keringanan pajak bisa saja efektif tetapi bisa juga tidak. Persoalannya, yang turun adalah biaya resmi. Bagaimana biaya tidak resmi, seperti biaya ekstra atau pungli? Catatan yang sama berlaku untuk kebijakan menarik investasi.
Selama ini di samping kerumitan perizinan, investor dihadapkan tingginya biaya tidak resmi. Ketiga; efektivitas kebijakan menekan impor, terutama lewat menaikkan PPn BM mobil dan barang mewah masih diragukan. Banyak bukti menunjukkan bahwa penduduk kelas menengah dan atas Indonesia adalah konsumen yang rakus terhadap barang impor berharga mahal. Keempat; tetap perlu mempertimbangkan kebijakan meningkatkan BI rate.
Selama ini BI rate tetap alat paling ampuh mengerem laju turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Kelima; membangun kesadaran bersama di masyarakat, dunia usaha, BI, dan pemerintah bahwa langkah memperbaiki nilai tukar rupiah/dolar AS bukan untuk mengembalikan ke level di bawah Rp 10.000 tetapi lebih mempertahankan jangan sampai rupiah terperosok lebih dalam. Kurs rupiah harus dibiasakan mencapai keseimbangan baru Rp 10.000 per dolar AS ke atas. (10) — Dr Nugroho SBM MSi, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

1 komentar:

Nugroho SBM mengatakan...

terima kasih komentarnya