Krisis Melanda Yunani. Negara tersebut
terancam bangkrut dan akan dikeluarkan dari
Zona Euro. Sebabnya tak lain adalah Yunani gagal membayar utang kepada
IMF senilai 1,6 miliar euro yang jatuh tempo 30 Juni 2015 lalu. Utang tersebut merupakan bagian dari dana
talangan lembaga donor untuk menyelematkan Yunani dari Krisis tahun 2008 yang
disepakati tahun 2010 lalu.Untungnya IMF menyetujui perpanjangan pembayaran
utang tersebut.
Namun, Yunani belumlah
aman dari jebakan utang luar negeri karena akan ada utang luar negeri yang juga
akan jatuh tempo. Utang luar negeri Yunani yang akan jatuh tempo pda Juli 2015
mencapai 5,95 miliar euro dan pada bulan Agustus 2015 mencapai 4,38 miliar
euro. Akibatnya lembaga-lembaga internasional telah menurunkan peringkat Yunani
dalam pembayaran utang. Standard & Poor’s menurunkan peringkat Yunani dari
CCC ke CCC-. Sementara Fitch menurunkan peringkat bank-bank Yunani menjadi Restricted Default (Bangkrut Terbatas).
Sebenarnya
lembaga-lembaga donor yang mengutangi Yunani – terdiri dari IMF, Bank Sentral
Eropa dan Komisi Eropa atau dikenal dengan Troika – telah menyiapkan dana
talangan baru senilai 7,6 miliar Euro sebagai kelnjutana dari skema pinjaman
untuk menyelamatkan Yunani dari Krisis
tahun 2008 yang disepakati tahun 2010.
Tetapi PM Yunani yang sekarang Alexis Tsipras keberatan dengan syarat
Troika agar ia melakukan disiplin dan pengetatan anggaran. Lalu ia ingin
meminta dukungan rakyat berupa referendum tentang apakah rakyat akan setuju
dengan syarat Troika atau tidak. Referendum tersebut akan dilakukan pada 5 Juli
2015.
Dampak
dari krisis di Yunani tersebut tentu sangat menyakitkan bagi masyarakat dan
investor. Pemerintah telah membatasi pengambilan uang tunai lewat ATM hanya 60
euro per hari. Pemerintah juga telah menerapkan aturan pembatasan modal yang
bisa ke luar dari Yunani
Pelajaran
Pelajaran
apakah yang bisa dipetik dari krisis Yunani bagi Indonesia? Pertama, negara yang tergantung pada utang
luar negeri yang terus menerus bukanlah sesuatu yang baik. Yunani telah sejak
lama tergantung pada utang luar negeri. Jumlah utang luar negeri yang
disepakati oleh lembaga donor sejak tahun 2010 mencapai 240 miliar euro. Jumlah
tersebut tentu merupakan beban bagi pemerintah Yunani dan rakyatnya. Bagaimana
dengan Indonesia? Akhir Januari 2015 jumlah utang luar negeri Indonesia sebesar
298,6 miliar dolar AS atau dengan nilai tukar Rp 13.000 an per dolar AS dalam
nilai rupiah besarnya adalah Rp 3.904,195 triliun. Ini senilai dengan seluruh
kredit yang disalurkan industri perbankan Indonesia. Jumlah ini meningkat 10,1
persen dibanding akumulasi sampai Januari 2014 lalu. Jadi ini ibarat minum air
laut. Makin banyak minum maka akan makin haus untuk terus minum lagi. Jika
Jokowi-JK konsisten dengan Nawa Citanya maka sudah saatnya utang luar negeri
Indonesia dibatasi jika tidak ingin seperti Yunani.
Kedua,
pemanfaatan utang luar negeri haruslah dilakukan dengan benar dan displin
kebijakan ekonomi haruslah tetap ditegakkan. Pada jaman pemerintahan sebelum PM
Tsipras yaitu di era PM Lucas Papademos, Panagiotis Pikrammenos, dan Antonio
Samaras kebijakan ekonomi dan anggaran Yunani cukup baik. Program penghematan
pengeluaran pemerintah dijalankan dengan baik dan kebijakan ekonomi yang sehat
dijalankan. Namun era tersebut harus berakhir ketika Tspras memenangi pemilu di
Januari 2015 dengan tawaran program yang populis. Ia menghamburkan uang negara
dengan program yang menyenangkan rakyatnya tetapi sifatnya tak produktif.
Ketika Troika ememperingatkannya, Tsipras malah mengatakan bahwa Troika hendak
mempermalukan, menekan, dan memeras Yunani. Tapi kini Tsipras harus membayar
mahal. Atas dasar tersebut maka pemerintah Indonesia harus menjaga agar
pengelolaan utang luar negerinya baik. Salah satunya adalah dengan mewajibkan utang
luar negeri yang mayoritas adalah utang jangka pendek dan utang swasta harus
dilindungi dengan fasilitas lindung nilai tukar (hedging).
Ketiga,
krisis di Yunani juga disebabkan oleh adanya perilaku korup para pejabatnya
serta penggelapan pajak besar-besaran yang dilakukan secara konspiratif antara
petugas pajak dan pengusaha. Penerimaan pajak yang bisa digunakan untuk
pembiayaan pemerintahan menjadi sangat
berkurang. Hal ini menyebabkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Yunani
juga kian terpuruk.
Indonesia saat ini juga
menghadapi krisis kepercyaan dari para pelaku usaha dan pemegang uang. Hal itu
tercermin dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tak kunjung membaik.
Bahkan saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS encapai di atas Rp 13.000
per dolar AS. Padahal banyak analis mengatakan bahwa mestinya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS yang wajar saat ini adalah Rp 12.500 per dolar AS. Hal
tersebut dikaitkan dengan fundamen ekonomi Indonesia- yang tercermin dari
misalnya cadangan devisa yang cukup besar dan terus menurunnya nilai impor -
yang saat ini baik-baik saja. Berarti penyebabnya adalah krisis kepercayaan
dari para pemilik uang dan pelaku usaha. Maka sudah saatnya pemerintah bekerja
keras untuk terus merealisasikan beberapa program ekonomi yang akan memperbaiki
iklim dunia usaha. Dikebutnya pembangunan jalan tol dan perbaikan jalan di
berbagai wilayah merupakan langkah yang baik dan tepat dan perlu diikuti dengan
kebijakan nyata yang lain dari pemerintah.
(Nugroho
SBM, Staf Pengajar FEB Undip Semarang)