Program Padat Karya Lebih Bermartabat
oleh ant pada 13-05-2008
SEMARANG (Joglosemar): Program pengurangan dampak terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kepada keluarga miskin sebaiknya tidak diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), tetapi berupa padat karya yang lebih bermartabat.
”Pemberian BLT tidak mendidik. Orang merasa terhormat mendapatkan uang karena bekerja, tidak menerima begitu saja,” kata pengamat ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Nugroho SBM ketika diminta tanggapan rencana pemerintah menaikkan harga BBM, di Semarang, Minggu (11/5).
Menurut dia, pemerintah saat ini memang menghadapi dilema. Di satu sisi kenaikan harga minyak dunia bakal membengkakkan anggaran subsidi APBN 2008, sementara di sisi lain beban rakyat bertambah berat bila pemerintah mengurangi subsidi dengan konsekuensi menaikkan harga BBM.
Kelompok masyarakat bawah, kata Nugroho, memang harus diselamatkan dengan program jaring pengaman sosial, misalnya berupa program padat karya yang pernah ditempuh pada awal krisis tahun 1998.
“Program padat karya memberi efek ganda, yakni menambah pendapatan keluarga miskin dan membaiknya sarana serta prasarana lingkungan peserta program padat karya itu berada,” katanya.
Selain itu, kata dia, program padat karya juga memperkecil kecemburuan orang lain yang kondisi ekonominya pas-pasan namun tidak dijangkau program jaring pengaman sosial tersebut.
Menurut dia, BLT hanya cocok diberikan kepada orang-orang yang secara fisik tidak lagi kuat bekerja, seperti manula atau mereka yang mengalami cacat fisik sehingga tidak mampu mengikuti program padat karya.
Bila pemerintah nantinya memberikan BLT Rp 100.000 per bulan, kata Nugroho, itu berarti sebulan mereka hanya terikat mengikuti program padat karya empat hari dengan asumsi sehari dibayar Rp25.000. ”Sisa waktu lainnya digunakan bekerja seperti biasa,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar