Oleh Nugroho SBM
Tsunami yang terjadi di Jepang, merupakan ancaman tetapi sekaligus peluang bagi ekonomi Indonesia. Memang, selama ini yang mengemuka di berbagai media di Indonesia lebih banyak ancamannya. Beberapa ancaman bisa disebutkan.
Pertama, ekspor non-migas Indonesia paling tidak dalam 3 sampai 6 bulan akan terganggu karena Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor non-migas Indonesia. Nilai ekspor non-migas Indonesia ke Jepang tahun 2010 mencapai 16,49 miliar dólar AS atau 16 persen dari total ekspor non-migas Indonesia dan menduduki ranking pertama ekspor non-migas berdasarkan negara tujuan. Ini tentu saja akan menganggu dunia usaha Indonesia dan juga penerimaan APBN dari sektor non-migas.
Kedua, pembangunan infrastruktur Indonesia dari pinjaman luar negeri akan tertunda. Sampai saai ini, Jepang juga merupakan negara kreditur (pemberi pinjaman) terbesar bagi Indonesia. Pinjaman dari Jepang per 31 Desember 2010 bernilai 30,49 miliar dólar AS atau 44,8 persen dari total pinjaman luar negeri Indonesia yang per 31 Desember 2010 bernilai 68,04 miliar dolar AS. Sebagian besar dana pinjaman dari Jepang tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Jika sampai Jepang menunda pencairan pinjaman luar negerinya bagi Indonesia maka pembangunan infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman tersebut akan tertunda. Hal ini akan menyebabkan daya saing Indonesia tidak akan beranjak banyak bahkan mungkin akan merosot karena negara lain lebih pesat perkembangannya. Seperti diketahui dalam hal infrastruktur – menurut Global Comepetetiveness Report 2010 – Indonesia berada di peringkat 91 dari 133 negara yang disurvai.
Ketiga, kesempatan kerja baru dan penerimaan dari pajak pemerintah akan terganggu. Hingga hari ini, Investor Jepang di Indonesia jumlahnya menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat. Nilai investyasi Jepang yang diajukan pada tahun 2011 ini bernilai 15 miliar dolar AS. Jika nilai investasi sebesar itu tidak direalisaikan tentu juga akan mempunyai dampak bagi masyarakat (karena kesempatan kerja baru gagal diciptakan) dan juga bagi negara (dalam bentuk penerimaan dari pajak yang juga tertunda).
Keempat, sektor pariwisata juga akan terganggu. Mungkin tidak banyak diketahui ternyata wisatawan asing dari Jepang ke Indonesia jumlahnya cukup besar yaitu rata-rata 475.000 sampai 525.000 orang per tahunnya. Jika kunjungan wisatawan Jepang menyusut maka sektor pariwisata akan sedikit terganggu. Padahal sektor pariwisata mempunya kaitan yang banyak dengan kegiatan lain seperti biro perjalanan, sektor transportasi, sektor perhotelan, sektor industri kerajinan, dan lain-lain.
Kelima, impor terutama impor barang-barang modal dan bahan baku akan menurun sehingga kegiatan sektor industri manufakturpun akan mengalami masalah. Sampai saat ini impor Indonesia dari Jepang menduduki posisi kedua setelah China. Tahun 2010 lalu nilai impor Indonesia dari Jepang berjumlah 16,91 miliar dolar AS atau sekitar 15,62 persen dari total impor Indonesia. Sebagian dari impor tersebut merupakan impor barang-barang modal dan bahan baku yang sangat dibutuhkan untuk kegiatan manufaktur. Akibat berikutnya dalam 3-6 bulan kegiatan industri manufaktur Indonesia yang tergantung dari bahan baku dan barang modal (mesin) dari Jepang akan sedikit mengalami gangguan.
Keenam, menurunnya bantuan kemanusiaan dari Jepang. Selama ini Jepang aktif membantu berbagai masalah sosial dan kemanusiaan di Indonesia, antara lain ketika terjadi bencana Tsunami di Aceh dan letusan gunung Merapi. Di samping itu, Jepang juga aktif dalam memberikan berbagai bantuan untuk pengembangan teknologi pertanian dan pengembangan sumberdaya manusia.
Peluang
Di samping berbagai ancaman yang telah disebutkan, sebenarnya bencana Tsunami dan radiasi nuklir di Jepang juga memberikan peluang bagi Indonesia. Peluang ini belum banyak disebut atau bahkan tidak pernah disebut oleh para analis dan pengamat ekonomi. Ada dua peluang atau rahmat tersembunyi yang disebabkan oleh bencana Tsunami Jepang yang juga mengkaibatkan bencana reaktor nuklir.
Pertama, peluang atau rahmat di sektor keuangan berupa penguatan (apresiasi) dolar terhadap rupiah. Apresiasi atau penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah ini akan merupakan rahmat karena kurs dolar AS terhadap rupiah akhir-akhir dinilai sudah terlalu lemah atau kurs rupiah terhadap dolar AS terlalu kuat sehingga menghambat perkembangan ekspor non-migas.
Apresiasi dolar AS terhadap rupiah akan terjadi dari dua jalur. Jalur pertama lewat penguatan kurs yen terhadap segala mata uang. Dengan terjadinya bencana Tsunami dan Nuklir di Jepang maka akan banyak yen dibutuhkan untuk renovasi dan rekonstruksi di Jepang. Kebutuhan Yen yang banyak akan menyebabkan kurs yen terhadap segala mata uang menguat. Ini menyebabkan para pemegang dolar AS akan menukarkan dolar AS nya dengan yen. Penukaran dolar AS ke yen menyebabkan kurs dolar AS terhadap mata uang rupiah akan melemah.
Jalur kedua, lewat apresiasi atau penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah secara langsung karena dana yang dibutuhkan untuk renovasi dan rekonstruksi ada juga yang dalam bentuk dolar AS. Apresiasi dolar AS terhadap rupiah ini akan menolong pemulihan kembali ekspor non-migas Indonesia yang akhir-akhir ini tertekan karena kurs dolar AS terhadap rupiah terlalu lemah atau kurs rupiah terhadap dolar AS terlalu kuat. Memang hal ini bukan faktor utama yang baik untuk mendorong ekspor non-migas Indonesia tetapi paling tidak akan memberikan angin segar sementara waktu.
Peluang kedua bagi Indonesia ada di sektor energi dan pertambangan serta kehutanan bahkan industri logam dasar. Saat ini 30 persen sumber energi Jepang berasal dari nuklir. Rusaknya beberapa reaktor nuklir di Jepang akibat Tsunami akan membuat Jepang untuk sementara waktu menggeser sumber energinya ke batubara, gas, dan minyak bumi. Maka permintaan untuk batubara, minyak, dan gas akan meningkat dan dengan demikian harganya akan meningkat pula. Ini merupakan peluang bagi Indonesia tetapi tanpa harus mengurbankan kepentingan untuk pasokan dalam negeri karena gas, batubara, dan minyak bumi tetap dibutuhkan untuk pembangitan listrik di dalam negeri.
Demikian pula di sektor kehutanan, permintaan kayu lapis untuk kepentingan rekonstruksi akan meningkat. Di sektor industri logam dasar, permintaan bijih besi, nikel, dan tembaga akan meningkat pula untuk kebutuhan rekonstruksi pasca Tsunami. Msalahnya bisaakah Indonesia memanfaatkan peluang ini?
(Nugroho SBM, SE, MSP, Staf Pengajar FE Undip Semarang)
1 komentar:
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Posting Komentar