Selasa, 22 Maret 2011

Merestorasi Ekonomi Indonesia dari Perspektif Mesir

Oleh Nugroho SBM

Tatanan ekonomi Indonesia sekarang ini memang perlu direstorasi. Untuk itu kita bisa belajar dari faktor-faktor ekonomi jatuhnya Presiden Husni Mubarak yang sudah berkuasa 30 tahun baru-baru ini. Ada kemiripan situasi ekonomi Indonesia dan Mesir saat ini.
Faktor-faktor ekonomi apa sajakah yang menyulut krisis di Mesir dan apap elajaran yang bisa ditarik untuk Indonesia? Ada beberapa faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya krisis di Mesir. Pertama, terus menurunnya produksi minyak, padahal minyak menyumbang pendapatan Negara yang besar yang bisa digunakan untuk kepentingan menyejahterakan rakyat.

Menurunnya Produksi Minyak
Produksi minyak Mesir tertinggi tercapai pada tahun 1996 dengan volume 900.000 barrel per hari. Sejalan dengan terus meningkatnya harga minyak sejak tahun 1970 an maka hasil dari minyak tersebut bisa digunakan untuk mensubsidi harga pangan untuk rakyat yang jumlahnya sangat besar. Namun produksi minyak tersebut terus menurun hingga tahun 2010 kemarin hanya mencapai 600.000 barrel per hari. Produksi sebesar itu tentu saja tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri apalagi diekspor. Maka Mesir kini menjadi negara pengimpor minyak yang besar. Dengan demikian APBN Mesir menghadapi dua beban subsidi yang sangat besar yaitu subsidi untuk harga pangan dan subsidi untuk minyak (BBM). Yang pada akhirnya kedua subsidi itu tak bisa ditanggung sepenuhnya oileh pemerintah. Akibatnya defisit APBN Mesir mencapai 8 persen dari Produk Domestik Brutonya.Karena tak ingin defisit yang makin besar maka harga pangan dan BBM di dalam negeri tak lagi mendapat subsidi yang mencukupi sehingga harganya menjadi naik dan tak terbeli oleh rakyat.


Menurunnya produksi Pangan
Faktor ekonomi kedua adalah menurunnya produksi pangan dan naiknya harga pangan. Dahulu dengan dibangunnya bendungan Aswan oleh Rusia yang membendung Sungai Nil, Mesir berhasil berhasil menciptakan lahan-lahan pertanian yang subur yang digunakan untuk menanam beras dan gandum sehingga Mesir mencapai swasembada pangan sampai tahun 1990 an. Indonesia bahkan pernah mengimpor beras dari Mesir pada tahun 1980 an.
Seiring dengan naiknya harga minyak tahun 1970 an seperti telah ditulis di depan maka pemerintah Mesir mempunyai cukup dana untuk mensubsidi harga pangan. Subsidi ini ternyata menjadi bumerang bagi swasembada pangan di Mesir. Petani gandum dan beras di Mesir tidak mempunya cukup insentif untuk menjaga dan meningkatkan produksi beras dan gandum. Pikir mereka: Untuk apa menanam beras dan gandum bila harganya tak cukup menarik? Akibat selanjutnya adalah pemerintah Mesir mulai melakukan impor bahan pangan. Saat ini diperkirakan sekitar 40 persen kebutuhan bahan pangan (beras dan gandum) Mesir diimpor. Impor bahan pangan yang jumlahnya cukup besar tersebut tentu sangat rawan terhadap gejolak harga pangan dunia. Sehingga ketika harga bahan-bahan pangan dunia naik mulai tahun 2008 lalu yang memicu kenaikan harga roti di dalam negeri, sebenarnya sudah mulai terjadi gejolak di Mesir tetapi berhasil diredam.
Faktor ekonomi ketiga adlah tingginya angka inflasi. Seperti telah diuraikan di depan, kenaikan harga BBM dan pangan telah memicu tingginya angka inflasi di Mesir. Tahun 2010 lalu inflasi di Mesir mencapai 13,4 persen. Sebuah angka inflasi yang sangat tinggi. Akibat inflasi tersebut maka daya beli kebanyakan rakyat Mesir makin tergerus. Sebagian besar rakyat sudah mulai kesulitan membeli barang-barang kebutuhan pokok. Akibat rendahnya daya beli masyarakat tersebut juga memicu tidak lakunya produk-produk industri di Mesir sehingga banyak perusahaan terpaksa melakukan PHK yang makin menambah pengangguran kemiskinan.
Faktor ekonomi keempat adalah Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh Husni Mubarak. Akibat KKN tersebut maka Husni Mubarak diperkirakan selama 30 tahun pemerintahannya telah berhasil mengumpulkan kekayaan senilai 300 trilyun rupiah. Ini sebuah kontras dengan rakyat Mesir yang saat ini tengah mengalami kesulitan.
Faktor ekonomi kelima adalah adanya mental pencari rente (rent seeker) dari pemerintah Mesir. Selama ini pemerintah Mesir terus “memungut” bantuan dari AS senilai milyaran dolar AS untuk menjaga keamanan di Terusan Suez. Bantuan tersebut diberikan oleh AS dengan senang hati karena AS sangat berkepentingan akan keamanan terusan Suez karena lewat terusan Suez lah diangkut sekitar 3 juta barrel minyak dari Timur Tengah ke AS dan Eropah. Akibat mental pemungut rente ini maka pemerintah Mesir malas untuk mengembangkan langkah-langkah inovatif untuk mngembangkan sebuah ekonomi yang lebih produktif dimana sektor riil merupakan tulang punggungnya.
Karena tidak ditopang oleh sektor riil yang kuat maka ekonomi gampang tumbang olehg badai krisis keuangan maupun kenaikan harga komoditi primer seperti bahan pangan dan minyak.

Pelajaran Untuk Restorasi Ekonomi Indonesia
Lalu apa pelajaran yang bisa dipetik oleh Indonesia untuk kepentingan restorasi ekonomi?
Pertama, faktor Bahan Bakar Minyak (BBM). Indonesia dahulu pernah menjadi negara pengekspor minyak yang besar tapi kini Indonesia merupakan negara pengimpor minyak. Minyak yang diimpor tersebut ketika dijual di dalam negeri harus disubsidi. Subsidi tersebut makin lama makin membesar sehingga pemerintah memutuskan untuk makin mengurangi subsidi tersebut dan membuat subsidi makin selektif targetnya. Namun yang tak dapat dihindari harga BBM makin melambung yang membuat daya beli rakyat juga makin terkikis karenanya. Fenomena ini sebenarnya karena faktor salah urus antara lain karena kontrak perminyakan dengan asing yang lebih menguntungkan perusahaan asing. Maka restorasi harus dilakukan dengan meninjau ulang semua kontrak
Kedua, dalam hal subsidi pangan. Indonesia juga mengalami pasang surut. Tahun 2008 dan 2009 Indonesia berhasil mencapai kembali swasembada beras dan tidak perlu subsidi. Tetapi ternyata tahun 2010 kembali Indonesia mengimpor beras. Di samping beras Indonesia juga kini harus mengimpor berbagai bahan pangan yang lain seperti kedelai dan bahkan akhir-akhir ini juga cabai. Impor bahan pangan ini lagi-lagi rawan terhadap gejolak harga pangan dunia. Langkah pemerintah melakukan impor yang menyebabkan harga beras murah juga ternyata merupakan disinsentif bagi petani untuk memproduksi beras. Sampai saat ini karena kenaikan harga pangan dunia ternyata juga memicu kenaikan harga bahan pangan di dalam negeri. Maka untuk restorasi ekonomi, swasembada pangan perlu digalakkan lagi.
Ketiga, dalam hal inflasi.Tahun 2011, tingkat inflasi mungkin akan mencapai double digit. Sebagian besar inflasi yang terjadi dipicu oleh kenaikan harga bahan-bahan pokok dan juga ekspektasi pengusaha akan kenaikan harga BBM di tahun 2011 khusus bagi industri. Inflasi yang tinggi tersebut disumbang oleh kenaikan harga kebutuhan pokok karena masalah distribusi, produksi dan juga dampak kenaikan harga pangan dunia. Inflasi ini tentu akan sangat memukul mereka yang berpenghasilan kecil dan tetap. Berbagai kasus di berbagai daerah yang menggambarkan bagaimana sulitnya rakyat mendapatkan makanan –terakhir kematian 6 bersaudara karena makan tiwul – menunjukkan kecenderungan ini. Oleh karena itu pemerintah dan BI perlu serius berkoordinasi untuk menanggulangi inflasi di tahun 2011 ini.
Keempat, masalah korupsi. Memang akhir-akhir ini KPK terkesan “galak” dengan menindak berbagai kasus korupsi termasuk kasus korupsi sejumlah kepala daerah. Baru-baru ini KPK menahan 19 anggota DPR terkait kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI. Tetapi tampaknya KPK masih terkesan tebang pilih atau pilih kasih. Misalnya banyak kepala daerah dan mantan kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang pemilu saat ini yang ternyata tidak diusut lebih lanjut. Demikian pula dalam kasus suap pemlihan deputi gubernur BI, penyuapnya juga tak diusut lebih lanjut. Rakyat yang makin kritis tentu melihat ini. KPK perlu kembali ke khitahnya sebagai pemberantas korupsi yang berani dan netral.
Kelima tentang mental pencari rente (rent seeker) sekarang ini juga terjadi khususnya di pemerintah daerah. Banyak pemerintah daerah yang dengan alasan menaikkan PAD berlomba-lomba melakukan pungutan. Berbagai pungutan ini tentu makin memukul dunia usaha atau sektor riil. Maka mau-tak mau pemerintah pusat harus terus menerus membatalkan Perda yang tak pro investasi.

(Nugroho SBM, Staf Pengajar jurusan IESP FE Undip Semarang)

1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut